Rabu, 15 Juni 2011

MODEL KEBIJAKAN MONETER ISLAMI

A. Latar Belakang Masalah
Pasca perang dunia II dan runtuhnya Unisoviet, menandai kebangkitan pemikiran liberalisme kapitalis di dunia, dengan amerika sebagai negara pusat perkembangan pemikiran tersebut. Keadaan pasca perang ini dan dijadikan momentum terbaik bagi pemikiran liberalisme kapitalis untuk merekonstruksi ulang segala sistem yang secara global, termasuk sistem ekonomi dunia.
Selama beberapa dekade, sistem ekonomi dunia dibentuk dan dilaksanan dengan berdasarkan atas pemikiran liberalis kapitalis yang bebas dari nilai dan bertujuan hanya untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya dari sumber daya yang terbatas. Salah satu instrumen yang dipergunakan adalah bunga yang kemudian menjadi ruh bagi sistem ekonomi kapitalis.
Negara-negara yang mau tidak mau harus berhubungan dengan negara lain, mau tidak mau harus menyesuaikan sistem ekonominya dengan sistem ekonomi yang dianut oleh dunia. Termasuk dalam sistem kebijakan moneternya.
Pergerakan ekonomi dalam sistem ekonomi konvensional sangat bergantung pada sistem bunga. Begitu pentingnya bunga dalam sistem liberalisme kapitalis ini, maka dalam kebijakan moneternya struktur suku bunga selalu menjadi salah satu instrumen moneter dalam membuat sebuah kebijakan moneter.
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Hampir semua sektor ekonomi kapitalis terait dengan sistem bunga sehingga sektor moneter lebih cepat berkembang dari pada sektor moneter. Hal ini disebabkan karena sektor moneter lebih cepat memberikan keuntungan dari pada sektor rill.
Dalam Sistem ekonomi Kapitalis, alat yang dipergunakan untuk menilai suatu barang atau jasa adalah uang. Uang yang dimaksud disini sebuah benda yang dijamin oleh negara nilai dan kekuatannya untuk dapat ditukarkan dengan benda apa pun yang memiliki nilai nominal yang sama. Dalam hal ini negara-negara di dunia menggunakan uang kertas (fiat money) sebagai alat ukur menilai suatu barang atau jasa. Sebagai institusi yang memberikan jaminan atas uang yang telah dikeluarkannya tersebut, maka negara berkewajiban untuk menjaga nilai uang tersebut agar selalu stabil yang tetap. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut, negara mengeluarkan keputusan-keputusan yang disebut sebagai kebijakan moneter.
Krisis perumahan subprime mortage yang baru-baru ini terjadi di Amerika telah membuat keadaan ekonomi Amerika menjadi libung. Limbungnya ekonomi Amerika secara otomatis merdampak juga pada negara-negara lain. Hal ini membuktikan bahwa sistem ekonomi kapitasil tidak sekuat dan sekokoh yang terlihat.
Kondisi tersebut menjadi trigger bagi sistem ekonomi alternatif untuk menggantikan sistem pemikiran kapitalisme liberalis yang dipergunakan oleh dunia saat ini. Salah satu sistem ekonomi alternatif yang ditawarkan adalah sistem ekonomi Islam. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai kebijakan moneter negara dari sudut pandang ekonomi Islam. Untuk menjelaskan mengenai hal tersebut, maka kami membuat tiga pertanyaan yang akan menjelaskan mengenai kebijakan moneter islam.


B. Teori Uang dan Permintaan Uang
1. Uang, Fungsi Uang, dan Nilai Waktu Uang dalam Islam

• Uang
Uang berkembang dan berevolusi mengikuti perkembangan sejarah. Dari perkembangan sejarah, uang dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Uang barang (commodity money) : alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang. Namun tidak semua barang bisa menjadi uang, diperlukan tiga kondisi utama, agar suatu barang bisa dijadikan uang, antara lain:
• Kelangkaan (scarcity), yaitu persediaan barang itu harus terbatas.
• Daya tahan (durability), barang tersebut harus tahan lama.
• Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi.
Dalam sejarah, pemakaian uang barang juga pernah disyaratkan barang yang digunakan sebagai barang kebutuhan sehari-hari seperti garam. Namun kemudian uang komoditas atau uang barang ini dianggap mempunyai banyak kelemahan. Di antaranya, uang barang tidak memiliki pecahan, sulit untuk disimpan dan sulit untuk diangkut. Kemudian pilihan terhadap barang yang bisa digunakan sebagai uang, jatuh pada logam-logam mulia, seperti emas dan perak. Ada sejumlah alasan mengapa emas dan perak dipilih sebagai uang. Kedua logam tersebut memiliki nilai tinggi, langka dan dapat diterima secara umum sebagai alat tukar. Kelebihan lainnya, emas dan perak dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil dengan tetap mempunyai nilai yang utuh. Selain itu logam mulia ini juga tidak mudah susut atau rusak

2. Uang tanda/kertas (token money), ktika uang logam masih digunakan sebagai uang resmi dunia, ada beberapa pihak yang melihat peluang meraih keuntungan dari kepemilikan mereka atas emas dan perak. Pihak-pihak ini adalah bank, orang yang meminjamkan uang dan pandai emas (goldsmith) atau toko-toko perhiasan. Mereka melihat bukti peminjaman, penyimpanan atau penitipan emas dan perak di tempat mereka juga bisa diterima di pasar.
Kelebihan : biaya pembuatan rendah, pengirimannya mudah, penambahan dan pengurangan lebih mudah dan cepat, serta dapat dipecah-pecahkan dalam jumlah berapapun.
Kekurangan: ini tidak bisa dibawa dalam jumlah yang besar dan karena dibuat dari kertas, sangat mudah rusak.

3. Uang giral (deposit money), Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral ini merupakan simpanan nasabah di bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat dipindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Artinya cek dan giro yang dikeluarkan oleh bank manapun bisa digunakan sebagai alat pembayaran barang, jasa dan utang. Kelebihan uang giral sebagai alat pembayar adalah:
• Kalau hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bisa diuangkan oleh yang tidak berhak.
• Dapat dipindahtangankan dengan cepat dan ongkos yang rendah.
• Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat ditulis sesuai dengan nilai transaksi.
Kekurangan uang giral : Namun di balik kelebihan sistem ini, sesungguhnya tersimpan bahaya besar. Kemudahan perbankan menciptakan uang giral – ditambah dengan instrumen bunga bank -- membuka peluang terjadinya uang beredar yang lebih besar daripada transaksi riilnya. Inilah yang kemudian menjadi pertumbuhan ekonomi yang semu (bubble economy).

• Fungsi Uang dalam Ekonomi
Dalam system perekonomian manapun, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar (medium of exchange). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan fungsi-fungsi yang lain seperti uang sebagai standard of value (pembakuan nilai), store of value (penyimpan kekayan), unit of account (satuan penghitungan) dan standard of defferred payment (pembakuan pembayaran tangguh). Mata uang manapun niscaya akan berfungsi seperti ini.
Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang, antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang demikian, maka uang juga dapat disewakan (leasing).
Dalam Islam, apapun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa dijualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun bukan.

• Nilai Waktu Uang dalam Islam
Dalam islam tidak dikenal adanya time value of money, yang dikenal dalah economic value of time. Teori time value of money adalah kekeliruan besar karena mengambil dari ilmu teori pertumbuhan populasi, dan tidak ada dalam ilmu finance. Dalam menghitung pertumbuhan populasi rumusnya : Pt = P0 (1+r). Rumus ini diadopsi begitu saja dalam ilmu finance sebagai teori bunga majemuk menjadi FV = PV (1+r). Future Value danalogikan dengan jumlah populasi tahun ke t, present value dari uang dianalogikan dengan jumlah uang di tahun ke 0, sedangkan tingkat suku bunga dianalogikan dengan pertumbuhan populasi. Ini keliru besar, karena uang bukanlah makhluk hidup yang dapat berkembang biak dengan sendirinya.
Economic value of time digunakan dalam menghitung nisbah bagi hasil di bank syariah. Dalam proses penentuan nisbah ini, return on capital harus diperhitungkan. Return on capital tidak sama dengan return on money. Return on capital tergantung pada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sector riil, sedangkan return on money berkaitan dengan interest rate. Penentuan nisbah bagi hasil ditentukan di awal, dan untuk itu digunakan projected return. Jika kemudian actual return dari bisnis yang dibiayai tidak sama dengan angka proyeksinya, maka yang digunakan adalah angka actual, bukan angka proyeksi. Hal ini menunjukkan bahwa islam tidak mengenal time value of money.

Konsep Uang dalam Islam














Analogi : Air yang masuk dan keluar dari kolam air adalah aliran (flow), sedangkan air yang berada pada kolam tersebut dalam jangka waktu tertentu adalah persediaan (stock), Pendapatan (Income) adalah flow sedangkan kekayaan (wealth) adalah stock

C. Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Konvensional

Teori permintaan uang dalam ekonomi konvensional dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu teori permintaan uang sebelum Keynes, teori permintaan uang menurut Keynes, dan teori perminataan uang setelah Keynes

Teori Permintaan Uang Sebelum Keynes
MV = PT
Dimana :
M : Jumlah uang yang beredar (penawaran uang)
V : Tingkat kecepatan perputaran uang (velocity), yaitu berapa kali uang berpindah tangan dari satu pemilik kepada pemilik lain dalam satu periode tertentu
P : Harga barang / jasa yang ditukarkan
T : Jumlah (volume) barang/jasa yang menjadi obyek transaksi
Dalam versi lain, jumlah atau volume barang yang diperdagangkan (T) diganti dengan output riil (O) sehingga persamaaannya berubah menjadi
MV=PO=Y
Dalam teori permintaan uang ini Irving Fisher mengasumsikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah flow concept dimana keberadaan uang atau permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga akan tetapi besar kecilnya uang akan ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
Sedangkan menurut kaum Cambridge yang diwakili Marshall dan Pigou, uang adalah alat penyimpan kekayaan, dan bukan sebagai alat pembayaran. Menurut Cambridge permintaan uang tunai dipengaruhi oleh tingkat bunga, jumlah kekayaan yang dimiliki, harapan tingkat bunga dimasa yang akan datang, dan tingkat harga. Namun dalam jangka pendek faktor-faktor tersebut bersifat konstan atau berubah secara proporsional terhadap pendapatan.
Md = kY
Dimana:
Md : Jumlah permintaan uang
k : konstanta yang menunjukkan presentase jumlah uang tunai yang dipegang terhadap pendapatan
Y : Pendapatan nominal
Teori Fisher didasarkan pendapatan transaksi (transaction approach), sedangkan Teori Cambridge didasarkan kepada pendekatan kebutuhan masyarakat memegang uang tunai (cash balance approach).

Teori Permintaan Uang Menurut Keynes
Teori keuangan yang dikemukakan Keynes pada umumnya menerangkan 3 hal, yaitu : (1) Tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (menggunakan uang), (2) faktor-faktor yang menentukan tingkat bunga, (3) efek perubahan penawaran uang terhadap kegiatan ekonomi negara.
Terkait dengan tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (memegang) uang, maka dapat diklasifikasikan atas 3 motif utama, yaitu :
1. Motif transaksi (transaction motive), motif ini timbul karena uang digunakan untuk melakukan pembayaran secara reguler terhadap transaksi yang dilakukan. Besarnya permintaan uang untuk tujuan transaksi ini ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan (MDt = f(Y), artinya semakin besar tingkat pendapatan yang dihasilkan, maka jumlah uang diminta untuk transaksi juga mengalami peningkatan demikian sebaliknya.
2. Motif berjaga-jaga (precautionary motive), selain untuk membiayai transaksi, maka uang diminta pula oleh masyarakat untuk keperluan di masa mendatang yang sifatnya berjaga-jaga. Besarnya permintaan uang untuk berjaga-jaga ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan pula. Semakin besar tingkat pendapatan permintaan uang untuk berjaga-jaga pun semakin besar. MDp = f(Y)
3. Motif spekulasi (speculation motive), pada suatu sistem ekonomi modern diman lembaga keuangan masyarakat sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat mendorong masyarakatnya untuk menggunakan uangnya bagi kegiatan spekulasi, yaitu disimpan atau digunakan untuk membeli surat-surat berharga, seperti obligasi pemerintah, saham, atau instrumen lainnya. Faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan uang dengan motif ini adalah besarnya suku bunga, dividen surat-surat berharga, ataupun capital gain, fungsi permintaannya adalah MDs = f(i).
Dari ketiga motif diatas, maka formula untuk permintaan uang menurut Keynes adalah:
MD = MDt + MDp + MDs

Teori Permintaan Uang Setelah Keynes
Teori permintaan setelah Keynes adalah teori permintaan uang untuk tujuan transaksi oleh Baumol :
R= (n-1)iY/2n = iY/2n2
Sedangkan teori permintaan uang untuk spekulasi dijelaskan oleh Tobin :
E = i+g
Dimana :
i = Bunga
g = Keuntungan modal
Sehingga orang yang memegang surat berharga sejumlah (B) mengharapkan memperoleh pendapatan total (RT) sebesar :
RT = B x e = B (i+g)
Resiko total (T) yang dialami seseorang yang memegang surat berharga sejumlah (B) adalah, sedang (δg) adalah resiko yang dihadapi dalam memegang surat berharga
T = B x δg dan B = T/δg


Memasukkan persamaan B = T/δg ke persamaan sebelumnya, maka diperoleh
RT = T (i+g)/ δg
Menurut Friedman, seseorang atau perusahaan memegang uang tunai lebih kepada alasan kepuasan (utility) sebagaimana barang tahan lama lainnya. Formula :
Md = k(r1,.........,rj)y
Dimana :
Md : Permintaan uang tunai
r : tingkat pengembalian (rate of return)
1,…..j : jenis kekayaan, termasuk tingkat bunga
Menurut Friedman jumlah uang yang diminta tergantung tingkat pendapatan nasional. Perbedaan friedman dan Keynes adalah Friedman menyatakan bahwa nilai k bukan sesuatu yang konstan. Nilai k dapat berubah-ubah tergantung perubahan tingkat bunga dan faktor lain yang dapat diramalkan, dan Friedman tidak menganggap bahwa pendapatan selalu terjadi pada tingkat full employment, tapi bisa saja terjadi pada tingkat di bawah full employment

Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam

Fungsi Uang Dalam Ekonomi Islam:
• Sarana penukar
• Penyimpan Nilai
• Bukan barang dagangan/komoditi

Teori Permintaan Uang Menurut Mazhab Iqtishoduna
Md = Md trans + Md Prec
• Menurut mazhab ini, permintaan uang hanya ditujukan untuk transaksi dan berjaga-jaga atau untuk investasi.
• Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan yang dimiliki oleh seseorang (berhubungan positif)
Permintaan Uang menurut Mazhab Mainstream
Md = Md trans + Md Prec
Md = f (Y/μ)
Dimana :
Md = Permintaan Uang dalam masyarakat Islam
Y = Pendapatan
μ = tingkat biaya karena menyimpan uang dalam bentuk kas

• Menurut Metwally permintaan uang dikategorikan untuk transaksi dan berjaga-jaga
• Landasan filosofis dari teori dasar permintaan uang untuk berjaga-jaga, bahwa Islam mengarahkan sumber daya yang ada untuk alokasi secara maksimum dan efisien.Pelarangan penimbunan Uang atau Hoarding money merupakan kejahatan penggunaan uang yang harus diperangi.
• Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan mazhab ini.


Permintaan Uang menurut Mazhab Alternatif
Md = f (rb, y,p,S,X,Y)[θ]
+ + - + + +

Dimana :
rb = rasio bagi hasil antara shahibul maal dan mudaharib dalam bank atau lembaga keuangan
S = Total pengeluaran nasional
y = Pendapatan riel
P = tingkat harga atau inflasi
X = Variabel sosio ekonomi
Y = Kebijakan pemerintah
• Menurut Choudhury, (1997), permintaan uang adalah representasi dari keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil meningkat, maka permintaan uang akan meningkat

Konsep uang dalam Islam
Dalam membicarakan mengenai kebijakan moneter dalam Islam, maka pembahasan mengenai uang sebagai faktor pokok yang diatur dalam kebijakan meneter Islam tersebut. Dengan mengetahui posisi uang dalam perekonomian Islam, maka diharapkan dapat muncul kebijakan-kebijakan meneter yang tepat dan Islami.
Dari literatur yang telah kami baca, maka secara garis besar terdapat dua perbedaan pokok antara konsep uang dalam Islam dengan konsep uang dalam perekonomian konvensional, yaitu:
a. Perbedaan dalam hal fisik atau nilai intrinsik uang
b. Perbedaan dalam hal cara atau metode mempergunakan uang tersebut.
Bagi kalangan umat Islam, membahas mengenai mata uang sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Umat Islam telah lama akrab dengan mata uang yang terbuat dari emas dan perak, yang disebut sebagai dinar dan dirham. Dinar dan dirham menurut sejarah sebenarnya telah lama dikenal oleh orang arab jauh sebelum Islam datang. Mata uang ini diperoleh dari hasil perdagangan yang mereka lakukan dengan negara-negara sekitar. Pedagang arab yang pulang dari Syam, mereka membawa dinar Romawi (Byzantium), dan dari Irak mereka membawa dirham perak Persia (Sassanid).
Setelah Islam datang, Rasulullah SAW mengakui (men-taqrir) berbagai muamalat yang menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia. Beliau juga mengakui standar timbangan yang berlaku di kalangan kaum Quraisy untuk menimbang berat dinar dan dirham.
Tentang ini Rasulullah SAW bersabda:

"Timbangan berat (wazan) adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran (mikyal) adalah takaran penduduk Madinah." (HR. Abu Dawud dari An Nasa’i).

Dalam menjabarkan hukum-hukumnya, rasulullah juga seringkali menggunakan ukuran-ukuran standard berupa dinar dan dirham, sebagai contoh:

QS: At-Thaubah (34):

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Ayat tersebut melarang praktik menimbun harta (kanzul mal), Islam hanya mengkhususkan larangan penimbunan harta untuk emas dan perak. Larangan ini merujuk pada fungsi emas dan perak sebagai uang atau alat tukar (medium of exchange)
Islam juga mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum Islam lainnya, misalnya:

Sabda Rasulullah:
“Bahwa di dalam (pembunuhan) jiwa itu terdapat diyat berupa 100 unta dan terhadap pemilik emas (ada kewajiban) sebanyak 1.000 dinar” (HR an-Nasa’i dan Amru bin Hazam).
Sabda Rasulullah:
“Tangan itu wajib dipotong, (apabila mencuri) 1/4 dinar atau lebih.” (HR Imam Bukhari, dari Aisyah r.a.).
Zakat uang yang ditentukan Allah Swt berkaitan dengan emas dan perak. Allah Swt. juga telah menentukan nisab zakat tersebut dengan emas dan perak.
Rasulullah saw. telah menetapkan emas dan perak sebagai uang sekaligus sebagai standar uang. Setiap standar barang dan tenaga yang ditransaksikan akan senantiasa dikembalikan kepada standar tersebut.
Hukum-hukum tentang pertukaran mata uang (money changer) dalam Islam yang terjadi dalam transaksi uang selalu hanya merujuk pada emas dan perak, bukan dengan yang lain. Hal ini adalah bukti yang tegas bahwa uang tersebut harus berupa emas dan perak, bukan yang lain.

Nabi saw. Bersabda:

”Emas dengan mata uang (bisa terjadi) riba, kecuali secara tunai” (HR Imam Bukhari).

Dari argumentasi-argumentasi yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam mengakui dinar dan dirham sebagai mata uang dan medium yang cocok sebagai urkuran untuk menilai suatu barang dan jasa dalam kegiatan bermuamalah.
Dalam ekonomi Islam, uang bukanlah modal. Uang hanya berfungsi hanya apabila ditukarkan dengan benda yang nyata atau digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu uang tidak dapat dijual beli secara kredit. Dalam pengelolaan uang tersebut, Rasulullah juga melarang adanya praktik riba yaitu menarik bunga (tambahan) melalui proses pinjaman. Rasulullah bahkan melarang pertukaran antar uang dengan benda berharga lainya dengan pertukaran yang tidak sama, hal ini dilakukan untuk menghindari masuknya riba kedalam sistem perekonomian melalui cara yang tidak diketahui.
Sabda Rasulullah:

»الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالفِضَّةُ بِالفِضَّةِ وَالبُرُّ بِالبُرِّ مَثَلاً بِمَثَلٍ سَوَاءٌ بِسَوَاء«ٍ

Emas (boleh ditukar) dengan emas, perak dengan perak, gandung dengan gandum dengan ukuran yang sama. (HR: Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit)

Sabda Rasulullah:

“ Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).” (HR: Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam)

Sabda Rasulullah:

“ Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai”. (HR:Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri)
Dalam Islam fungsi uang dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Money as a flow consept
Dalam Islam, uang harus diputar terus menerus sehingga dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Bahwa uang bagaikan air yang mengalir, sehingga uang diibaratkan seperti air. Uang yang berputar untuk proses produksi akan mendatangkan kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat. Sementara, tertahannya uang akan menyebabkan macetnya roda perekonomian.

QS: Al Hasyr (7):

Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

QS: At-Thaubah (35):

Artinya: Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."

Nabi bersabda:

“Ketahuilah, Siapa saja di antara kamu yang memelihara harta anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki uang (dinar-dirham), maka bisniskanlah, jangan dibiarkan idle, sehingga nanti uang itu habis dimakan sedeqah/zakat.”

b. Money as public goods
Uang adalah berang yang diperuntukkan bagi masyarakat banyak. Sebagai barang umum, masyarakat dapat mempergunakannya tanpa ada hambatan dari orang lain. Oleh karena itu dalam Islam, menumpuk uang sangat dilarang, karena kegiatan menumpuk uang akan mengganggu orang lain yang ingin menggunakannya. Secara lebih sederhana digambarkan bahwa modal adalah milik pribadi, sedangkan uang adalah milik umum.

Islam tidak mengenal konsep time value of money (yang popular dengan istilah—time is money) sebagaimana dikenal pada konsep ekonomi konvensional. Di dalam sistem ekonomi Islam, konsep time value of money tidak akan terjadi. Untuk menganalisis ini, ada ajaran yang kuat dalam Islam, yaitu merujuk pada QS: Al-Ashr (1-3):

Artinya: 1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Surah Al-Ashr (1-3) ini menunjukkan bahwa waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya. Namun nilai dari waktu itu akan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Perbedaan nilai waktu tersebut adalah bergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan waktu. Semakin efektif dan efisien seseorang dalam mengelola waktunya, maka akan semakin besar nilai waktu yang dimilikinya.
Ajaran dalam Islam tersebut mengindikasikan bahwa dalam bisnis selalu dihadapkan pada keadaan untung dan rugi. Keuntungan dan kerugian tidak dapat dipastikan untuk masa yang akan datang. Bisnis pada dasarnya adalah hubungan antara risk dan return. Bisnis bukanlah suatu kegiatan yang akan mendatangkan return tanpa adanya resiko, sebagaimana dijelaskan dalam konsep time value of money.
Emas dan perak adalah mata uang dunia paling stabil yang pernah dikenal. Sejak masa awal Islam hingga hari ini, nilai mata uang Islam dwilogam itu secara mengejutkan tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif. Seekor ayam pada zaman Nabi Muhammad SAW harganya 1 dirham. Hari ini, lebih 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih 1 dirham. Dengan demikian inflasi adalah nol.

C. Kebijakan Moneter Konvensional
Instrumen-instrumen pokok dari kebijakan moneter dalam teori konvensional antara lain adalah:
1. Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual surat berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai uang maka bank sentral akan membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar maka bank sentral akan menjual obligasi.
2. Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.
3. Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank komersial akan mempunyai kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
4. Moral Suasion Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa himbauan/bujukan moral kepada bank.
Instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam.

D. Kebijakan Moneter Islam
Perekonomian jazirah arabia ketika zaman Rasulullah merupakan ekonomi dagang, bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam. Lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India melalui Arab dikenal sebagai jalur dagang selatan. Maka perekonomian Arab pada zaman Rasulullah bukanlah perekonomian yang terbelakang. Pada zaman Rasulullah telah terjadi:
- Valuta asing dari Persia dan Romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat arab, bahkan menjadi alat bayar resminya adalah dinar dan dirham.
- Sistem devisa bebas ditetapkan, tidak ada larangan sedikitpun larangan dan batasan untuk mengimpor dinar atau dirham.
- Transaksi tidak tunai diterima secara luas dikalangan pedagang.
- Cek dan promissory note telah lazim digunakan, misalnya Umar bin Khatab r.a menggunakan instrumen ini ketika mengimpor barang-barang yang baru dari Mesir ke Madinah
- Instrumen factory (anjak piutang) yang baru populer tahun 1980-an telah dikenal dengan nama al-hiwalah, hanya bedanya al-hiwalah tidak menggunakan instrumen bunga.
Pada masa itu, apabila penerimaan akan uang meningkat, maka dinar dan dirham diimpor. Sebaliknya, bila permintaan uang turun, barang impor nilai emas dan perak yang terkandung dalam dinar dan dirham sama dengan nilai nominalnya. Dari paparan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa di zaman Rasulullah sudah tidak asing lagi dengan masalah kebijakan moneter.
Dalam perkenomian konvensional permintaan akan uang oleh setiap individu sangat dipengaruhi oleh tingkat transaksi dan tingkat suku bunga. Permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya dipacu oleh fluktuasi tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga yang disertai dengan harapan bertambah akan merangsang orang untuk tetap menyimpan uangnya. Karena tingkat bunga yang seringkali fluktuasi, uang yang sengaja disimpanpun akan terus menerus berubah.
Dalam perekonomian Islam, permintaan terhadap uang akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya. Makin merata distribusi pendapatan, makin besar permintaan akan uang untuk tingkatan pendapatan agregat tertentu.
Dalam perekonomian Islam, sektor perbankan tidak mengenal instrumen suku bunga yang menetapkan tingkat keuntungan di muka. Sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian. Besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan islami ditentukan oleh besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh bank dari kegiatan investasi dan pembiayaan yang dilakukan di sektor riil. Jadi dalam sistem keuangan Islam, hasil dari investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank di sektor riil yang menentukan besar kecilnya pembagian keuntungan di sektor moneter. Jika investasi dan produksi di sektor riil berjalan dengan lancar, maka hasil pada sektor moneter akan terus meningkat.
Namun tidak adanya instrumen bunga di dalam ekonomi Islam menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana mengelola kebijakan moneter dengan ketiadaan sistem bunga; bagaimana kebijakan moneter dapat berperan efektif untuk mencapai sasaran perekonomian Islam; bagaimana mekanisme untuk menyamakan permintaan dan penawaran tanpa kehadiran bunga sebagai instrumen pengatur.
Variabel yang diformulasikan dalam kerangka kebijakan moneter Islam adalah stok uang, bukan tingkat suku bunga. Bank sentral harus mengarahkan kebijakan moneternya untuk mendorong pertumbuhan dalam penawaran uang yang cukup untuk membiayai pertumbuhan potensial dalam output jangka menengah dan jangka panjang demi mencapai harga yang stabil dan tujuan-tujuan sosio ekonomi Islam. Sasarannya haruslah untuk menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum. Tingkat pertumbuhan yang ingin dicapai haruslah stabil, realistis dan dapat bertahan dalam jangka menengah dan panjang bukan yang tidak realistis dan naik turun.
Permintaan uang hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga. Permintaan uang yang rill dilarang. Penimbunan mata uang dilarang sebagaimana peninbunan barang juga dilarang. Transaksi talaqqi rukban dan kali bi kali dilarang. Tansaksi tidak tunai boleh dialakukan, namun melarang transaksi future tanpa ada barangnya.
Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai.
Stabilitas nilai dari mata uang merupakan prioritas utama dalam kegiatan manajemen moneter, karena stabilitas tersebut akan mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan, perluasan kesempatan kerja, tingkat pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Manajemen moneter melalui suku bunga cenderung memperkecil permintaan uang untuk kegiatan-kegiatan pemenuhan kebutuhan pokok dan investasi yang produktif. Di samping itu cenderung memperbesar permintaan uang untuk kegiatan non produktif dan spekulatif. Hal demikian pada akhirnya berakibat pada kegagalan pencapaian tujuan pembangunan ekonomi Negara. Oleh karena permintaan uang untuk konsumsi yang berlebihan dan spekulasi cenderung tidak stabil. Maka keadaan ini dapat mengakibatkan ketidakstabilan bagi perekonomian secara keseluruhan. Dengan demikian permintaan uang harus diarahkan pada upaya untuk investasi produktif.
Manajemen moneter Islami adalah manajemen moneter yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam yang diharapkan akan menciptakan stabilitas harga dan perekonomian yang kondusif sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pembangunan ekonomi.
Sesuai dengan ajaran Islam, manajemen moneter yang efisien dan adil tidak berdasarkan pada mekanisme bunga, melainkan dengan menggunakan instrumen utama yaitu:
1. Value judgement yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan alokasi dan distribusi sumber yang sesuai dengan ajaran Islam. Pada dasarnya sumber daya merupakan amanah dari Allah yang pemanfaatannya dilakukan secara efisien dan efektif. Berdasarkan nilai-nilai Islam, permintaan uang harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan investasi yang produktif bukan untuk konsumsi yang berlebihan, pengeluaran-pengeluaran non produktif dan spekulatif.
2. Kelembagaan yang berkaitan dengan kegiatan social ekonomi dan politik yang salah satunya dapat menciptakan mekanisme harga yang dapat meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sumber.
3. Mekanisme lembaga perantara keuangan yang beroperasi berdasarkan system bagi hasil (profit dan loss sharing). Dalam system ini permintaan uang akan dialokasikan dengan syarat hanya untuk proyek-proyek yang bermanfaat dan hanya kepada debitur yang mampu mengelola proyek secara efisien. Dengan persyaratan tersebut diharapkan dapat meminimalisasikan permintaan uang untuk pemanfaatan tidak berguna, non produktif dan spekulatif. Selain itu dapat menciptakan masyarakat yang memiliki jiwa kewirausahaan sekalipun dari golongan miskin. Karena wirausahawan dapat menghasilkan output, perluasan kesempatan kerja dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Untuk menciptakan keseimbangan antara money demand dan money supply banyak pendekatan praktis yang dapat digunakan untuk memperkirakan permintaan uang yang konsisten dengan realisasi pencapaian tujuan sosio ekonomi dengan kerangka stabilitas harga dan kemudian memantapkan rentangan target pertumbuhan penawaran uang yang akan membantu tercapainya kecukupan permintaan ini secara memungkinkan. Pentargetan moneter sebanding dengan perputaran uang yang dapat diprediksikan secara nalar pada periode yang tepat. Di dalam mencapai pertumbuhan money supply yang sesuai dengan target, diperlukan instrument-instrumen yang digunakan oleh bank sentral agar dapat menciptakan keselarasan antara pertumbuhan money supply yang ditargetkan dan yang actual terjadi.
Dalam hal pencapaian target pertumbuhan M, bank sentral memiliki peran penting dalam mengatur pertumbuhan Mo atau high-powered money. Terdapat tiga sumber utama yang mempengaruhi high powered money (Mo), yaitu:
1. Pinjaman pemerintah kepada bank sentral, merupakan sumber terbesar dari deficit angggaran pemerintah. Berlebihnya deficit anggaran pemerintah mengakibatkan beban yang sangat berat bagi sector moneter untuk menjaga stabilitas serta kebijakan moneter yang sehat sangat sulit dicapai. Ekspansi moneter hanya dapat dikontrol bila sumber utama dari high powered money dapat diatur dengan baik.
2. Kredit bank sentral kepada bank komersial yang dapat dikendalikan dengan mekanisme bagi hasil sebagai pengganti sistem bunga. Dengan prinsip mudharabah berarti bank sentral harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan pinjamannya kepada bank komersial, di lain pihak bank komersial juga harus lebih berhati-hati menyalurkan kreditnya kepada para debitur.
3. Surplus neraca pembayaran, pada negara yang mengalami surplus ekspansi moneter akan terjadi bila pemerintah menguangkan surplus dengan membelanjakannya secara domestik. Jika suatu negara mengalami surplus pembayaran, pengeluaran pemerintah harus diatur menurut kapasitas ekonomi untuk menghasilkan penawaran riil, sehingga tidak terjadi inflasi sebagai akibat surplus neraca pembayaran.
Jika high-powered money diatur dengan mengontrol anggaran deficit pemerintah, maka ada batas fluktuasi jangka pendek pada volume uang yang sebanding hubungannya dengan tabungan yang dikumpulkan. Oleh karena itu instrumen moneter yang dapat diterapkan dalam perekonomian Islam dapat ditempuh dengan dua instrumen besar yaitu kontrol kuantitatif penyaluran kredit dan merealisasikan tujuan sosio ekonomi.
1. Kontrol kuantitatif penyaluran kredit
a. Statutory Reserve Requirement
Biasanya disebut juga Giro Wajib Minimum yaitu simpanan minimum bank-bank umum dalam bentuk giro di Bi yang besarnya ditetapkan oleh BI berdasarkan persentase tertentu dari dana pihak ketiga (5% untuk rupiah dan 3% dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang asing). GWM ini adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan serta juga mempunyai peran sebagai instrument moneter yang berfungsi mengendalikan jumlah uang yang beredar.

b. Credit Ceiling
Instrumen reserve requirement belum menjamin keberhasilan manajemen moneter. Sebab hal itu dapat menyebabkan ekspansi kredit melampui jumlah yang ditargetkan. Hal ini terjadi karena aliran dana yang dapat diperkirakan tetap masuk dalam system perbankan hanya yang berasal dari mekanisme mudharabah bank sentral dengan bank konvensional sedangkan aliran dari sumber lain sulit ditentukan secara akurat. Hal ini juga mempengaruhi hubungan reserves dan ekspansi kredit. Maka perlu untuk dipertimbangkan credit ceiling untuk menjamin total kredit yang disalurkan konsisten dengan target moneter. Credit ceiling diprioritaskan pada pembiayaan yang ditujukan pada sector-sektor penting seperti pertanian, ekspor, industri, pertambangan dan energi dan lain-lain.

c. Government Deposit
Bank sentral mempunyai kewenangan untuk memindahkan demand deposit pemerintah yang ada pada bank sentral ke dan dari bank komersial.
Fungsinya sama seperti operasi pasar terbuka yang mempengaruhi reserves bank komersial secara tidak langsung.

d. Common Pool
Common pool adalah instrument yang mensyaratkan bank-bank komersial untuk menyisihkan sebagian dari deposit yang dikuasai dalam proporsi tertentu yang berdasarkan kesepakatan bersama guna menanggulangi masalah likuiditas suatu bank.

e. Moral Suasion
Instrumen ini dalam bentuk kontak-kontak personal, konsultasi antara bank komersial dengan bank sentral. Dengan cara ini bank sentral lebih cepat dan mampu memonitor kekuatan dan masalah yang dihadapi bank komersial dan lebih jelas dan tepat memberikan saran-saran guna mengatasi permasalahan yang dihadapi perbankan.

f. Change In The Profit and Loss Sharing Ratio
Dalam mekanisme mudharabah terdapat keuntungan yang berubah-ubah sehingga rasio bagi hasil dan rugi ditentukan oleh keuntungan. Untuk itu perlu adanya variasi rasio bagi laba dan rugi untuk aktivitas mudharabah yang dikeluarkan oleh bank sentral kepada bank komersial dan juga untuk para deposan kepada wirausahawan yang melakukan transaksi deposit dan pembiayaan dengan akad mudharabah di bank komersial.

g. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar bank Syariah (Sertifikat IMA)
Instrumen yang digunakan oleh bank-bank syariah yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan di lain pihak sebagai sarana penyedia dana jangka pendek bank-bank syariah yang kekurangan dana. Sertifikat ini berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah dengan format dan ketentuan standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pembayaran akan dilakukan oleh bank syariah penerbit sebesar nilai nominal ditambah imbalan bagi hasil.

h. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Instrumen Bank Indonesia yang sesuai dengan syariah Islam yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Instrumen ini digunakan untuk mengendalikan uang beredar dengan jalan menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat melalui bank syariah. Instrumen ini juga dijadikan sebagai sarana penitipan dana jangka pendek khususnya bagi bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Operasionalnya, SWBI memiliki nilai nominal minimum Rp 500 jt dengan jangka waktu yang dinyatakan dalam hari (misalnya: 7 hari; 14 hari; 30 hari). Pembayaran dan pelunasan SWBI melalui debit/kredit rekening giro bank yang ada di Bank Indonesia. Jika jatuh tempo dana akan dikembalikan beserta bonus yang ditentukan berdasarkan parameter sertifikat IMA.

2. Merealisasikan tujuan sosio ekonomi
a. Treating the Created Money as Fay
Uang yang diciptakan bank sentral berasal dari pelaksanaan hak prerogratifnya. Hal ini membawa keuntungan bagi bank sentral karena biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan uang lebih kecil daripada nilai nominalnya (money seigniorage). Oleh karena itu dengan adanya seigniorage maka wajar jika bank sentral menyisihkan sebagian dananya sebagai fay/pajak untuk membiayai proyek-proyek yang dapat memperbaiki kondisi social ekonomi masyarakat miskin dan dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan kekayaan.

b. Goal oriented allocation of credit
Alokasi pembiayaan perbankan berdasarkan tujuan pemanfaatan akan memberikan manfaat yang optimum bagi semua pelaku bisnis, akan menghasilkan barang dan jasa yang dapat terdistribusi ke semua lapisan masyarakat. Namun, dalam kenyataannya hal ini sulit terjadi, karena dana yang dapat dihimpun oleh perbankan umumnya berasal sebagian besar dari penabung kecil, namun pemanfaatannya dalm bentuk kredit lebih tertuju pada pengusaha-pengusaha besar. Keengganan perbankan menyalurkan kredit pada usaha kecil karena adanya risiko yang lebih tinggi dan pengeluaran yang lebih besar dalam pembiayaan usaha kecil, namun disertai dengan berbagai persyaratan yang sulit bagi mereka. Akibatnya pertumbuhan dan kelangsungan usaha kecil menjadi terancam padahal usaha kecil berpotensi memperluas kesempatan kerja, menghasilkan produksi dan dapat memperbaiki distribusi pendapatan.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya skim penjaminan bagi bagi bank dalam berpartisipasi pada pembiayaan usaha-usaha produktif yang tidak menyalahi nilai-nilai Islam. Dalam skim penjaminan, perusahaan diteliti kemampuan berusaha dan manajemennya. Bila dirasakan kurang namun memiliki prospek yang baik, maka dibantu dengan program-program pelatihan sehingga perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola dananya dengan baik. Kemudian perusahaan ini didaftar oleh pengelola skim penjaminan. Melalui skim penjaminan ini, bank tidak diharuskan meminta jaminan kepada perusahaan yang mengajukan permohonan pembiayaan.

DAFTAR PUSTAKA



Chapra, Umer, Al Qur’an Menuju Sistem Moneter yang Adil, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997

Chapra M. Umer, Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Tazkia Cendikia.

Chapra M. Umer, Sistem Moneter Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Tazkia Cendikia.

Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2002.


Antonio M. Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Tazkia Cendikia.

Huda, Nurul, dkk, Ekonomi Makro Islami Pendekatan Teoritis, Kencana, Jakarta, 2008
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Salemba Empat, Jakarta, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar